Sunday, January 21, 2018

Al-Iman




 Dalam tinjauan bahasa, makna al-Iman adalah al-i’tiqad (keyakinan) dan at-tashdiq (membenarkan).

Dalam konteks syahadatain, al-iman maksudnya adalah yu’minu billah (yakin dan membenarkan Allah Ta’ala), sehingga ‘adamu dzhannis suu-i billah; tidak ada dalam dirinya keyakinan, sangkaan atau anggapan jelek kepada Allah Ta’ala. Sebaliknya, ia akan selalu ber-husnudzhan kepada-Nya:

Mereka yakin bahwa Allah Ta’ala adalah dzat yang Maha Tinggi, Maha Esa, dan suci dari segala aib dan kekurangan dan lain sebagainya.
Mereka yakin bahwa Allah-lah yang Menciptakan, Mengatur dan Memiliki alam semesta ini.
Mereka yakin Dialah satu-satunya dzat yang berhak diibadahi, adapun selainnya tidak layak diibadahi.
Mereka yakin Allah-lah yang memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang Maha Indah.
Mereka yakin kepada Allah Ta’ala dalam setiap takdir-Nya.
Mereka yakin kepada Allah dalam syariat-Nya
Mereka yakin kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bahwa beliau adalah utusan Allah dan apa yang beliau sampaikan adalah kebenaran.[1]
Dalam konteks syahadatain, maksud al-iman juga berarti memenuhi tuntutan untuk yakfuru bitthaghut;  mengkufuri thaghut (sesembahan selain Allah), sehingga ‘adamul istighna (tidak merasa berhajat) dan ‘adamul istikbar (tidak ada sikap pengagungan) kepada apapun yang selain Allah Ta’ala.

Urwatul Wutsqa

Seseorang yang memilih sikap keimanan seperti ini berarti telah berpegang kepada al-urwatul wutsqa (buhul tali yang amat kuat). Allah Ta’ala berfirman,

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah, 2: 256).

Mujahid mengatakan bahwa al-urwatul wutsqa artinya iman. Menurut As-Saddi artinya agama Islam, sedangkan menurut Sa’id  Ibnu Jubair dan Ad-Dahhak artinya ialah kalimah, La Ilaha Illallah. Menurut sahabat Anas Ibnu Malik, al-urwatul wutsqa artinya Al-Qur’an. Menurut riwayat yang bersumber dari Salim Ibnu Abul Ja’d, yang dimaksud al-urwatul wutsqa adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.


Hadits tentang ‘Urwatul Wutsqa’

Diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari (3813) dan Imam Muslim (2484 ) dari Qais bin Ubbad  radliyallahu ‘anhu dia berkata,

 “Aku berada di Madinah dan di sekelilingku sebagian sahabat-sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datanglah seorang lelaki yang di wajahnya tampak bekas kekhusyukan. Beberapa orang berkata: ‘Inilah lelaki penghuni surga, inilah lelaki penghuni surga.’ Kemudian lelaki tersebut melaksanakan shalat dua rakaat yang sedang-sedang saja panjang rakaatnya setelah selesai shalat dia keluar Masjid. Maka aku pun mengikutinya sampai dia memasuki rumahnya; Aku pun ikut masuk ke rumahnya dan terjadi perbincangan di antara kami.

Ketika pembicaraan sudah mulai cair aku berkata kepadanya: ‘Sesungguhnya tatkala Anda memasuki masjid maka orang-orang berkata begini dan begitu tentang Anda.’ Lelaki tersebut berkata: ‘Subhanallah (Maha suci Allah)! Tidak sepatutnya seseorang mengatakan apa yang tidak ia ketahui, dan aku akan memberitahukan kepada Anda apa itu yang sedang dibicarakan.’

‘Aku pernah bermimpi di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian aku menceritakan mimpiku tersebut kepada beliau, aku melihat diriku berada di taman surga – dia menggambarkan luasnya, rerumputannya dan hijau-hijauan yang ada di sana- dan di tengah taman surga ada tiang yang terbuat dari besi yang batang bawahnya menancap di bumi dan atasnya sampai ke langit, di bagian atasnya terdapat “Al ‘Urwah”, tali yang sangat kuat, lalu dikatakan kepadaku: ‘Naikilah’. Aku menjawab: ‘Aku tidak bisa, dan datanglah kepadaku Minshaf -Ibnu ‘Aun berkata: Al-Minshaf adalah pembantu- lalu Minshaf menggapai bajuku dari belakang dan dia menyebutkan bahwa dia diangkat oleh Minshaf dengan tangannya dari arah belakang. Lalu aku menaiki sampai aku berada dipuncak tiang, kemudian aku mengambil Al ‘Urwah, dan dikatakan kepadaku: ‘Peganglah erat-erat’. Tiba-tiba aku terbangun dan ternyata Al ‘Urwah berada di tanganku.’

‘Lalu aku menceritakannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau bersabda: ‘Taman Itu adalah tamannya umat Islam, dan tiang itu adalah tiangnya Islam, sedangkan tali yang engkau sebutkan adalah “Al ‘Urwah Al Wutsqo” dan engkau akan tetap berada di jalan Islam hingga engkau meninggal.’ Lalu Qais bin Ubbad berkata: ‘Lelaki tersebut adalah Abdullah bin Salaam.’

*****

Jadi, tuntunan al-iman adalah yakfuruna bit-thaghuti wa yu’min billah—kufur kepada thaghut dan beriman kepada Allah Ta’ala. Jika seseorang telah mengambil sikap seperti ini, berarti ia telah berpegang teguh kepada al-‘urwatul wutsqa—buhul tali yang amat kuat, yakni Islam. Ia telah selamat karena yakhruju minadzulumatil jahiliyyah ila nuril Islam -keluar dari kegelapan jahiliyyah menuju cahaya Islam. Wallahu a’lam. (Risalah Tarbawiyah/Oleh: M. Indra Kurniawan)

[1] Lihat: Berbaik Sangka Kepada Allah, Ust. Nuzul Dzikri, Lc

0 komentar:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More