Thursday, January 26, 2017

Adzan





- عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَبْدِ رَبِّهِ قَالَ: «طَافَ بِي - وَأَنَا نَائِمٌ رَجُلٌ فَقَالَ: تَقُولُ: اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، فَذَكَرَ الْأَذَانَ - بِتَرْبِيعِ التَّكْبِيرِ بِغَيْرِ تَرْجِيعٍ، وَالْإِقَامَةَ فُرَادَى، إلَّا قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ - قَالَ: فَلَمَّا أَصْبَحْتُ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَقَالَ: إنَّهَا لَرُؤْيَا حَقٍّ» - الْحَدِيثَ أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُد. وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ وَابْنُ خُزَيْمَةَ
Dari Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbih berkata, ‘Saya melihat dalam tidurku seorang mengelilingiku, kemudian ia berkata, Ucapkanlah,...’allahu akbar...’ kemudian ia mengumandangkan adzan dengan cara membaca allahu akbar empat kali tanpa mengulang, sedangkan iqamah ia baca sekali-sekali kecuali ‘qad qaamati Shalah’. Ia –Abdullah- berkata, ‘Ketika pagi telah tiba, saya mendatangi Nabi SAW. beliau berkata, “Sungguh itu adalah mimpi yang benar.” (HR. Ahmad dan Abu Daud. At Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah menshahihkannya)
[Shahih: Abu Daud 499]
- وَزَادَ أَحْمَدُ فِي آخِرِهِ قِصَّةَ قَوْلِ بِلَالٍ فِي أَذَانِ الْفَجْرِ: «الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ»
Ahmad menambahkan di akhir hadits tersebut, "Kisah tentang Bilal yang menambahkan bacaan 'As-Shalatu khairun minan naum' —shalat itu lebih baik daripada tidur- dalam adzan shalat Subuh."
[Sanadnya terputus, karena an’anah Abu Ishaq, tetapi syaikh Ahmad Syakir menyatakan maushul, ketika menta’liq hadits ini no. 16429. Ebook editor]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Biografi Perawi
Abdullah bin Zaid Radhiyallahu Anhu adalah Abu Muhammad Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbih Al-Anshari Al-Khazraji. Abdullah hadir pada peristiwa Bai'at Aqabah, ikut serta dalam perang Badar dan peperangan setelah itu. Wafat pada tahun 32 H.

Penjelasan Kalimat
"Saya melihat dalam tidurku seseorang mengelilingiku (hadits ini mempunyai cerita khusus yang telah dijelaskan di dalam beberapa hadits yang lain, yaitu ketika jumlah umat Islam telah banyak mereka menginginkan satu cara bersama untuk memberitahu masyarakat akan kedatangan waktu shalat. Ada yang mengusulkan, ''Bagaimana jika kita menggunakan lonceng." Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata, "Itu cara orang-orang Nashrani." Ada yang mengusulkan, "Bagaimana jika kita menggunakan terompet?" Beliau berkata, "Itu cara orang-orang Yahudi." Ada yang mengusulkan, "Bagaimana jika kita nyalakan api?" Beliau berkata, "Itu cara orang-orangMajusi." Lalu mereka semua berpencar, kemudian Abdullah bin Zaid bermimpi lalu ia mendatangi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan menceritakan mimpi tersebut.
Disebutkan di dalam Sunan Abu Dawud, "Ketika saya sedang tidur seseorang membawa terompet mengelilingiku, saya bertanya kepadanya, "Wahai hamba Allah, apakah kamu menjual terompet?" Ia balik bertanya, "Untuk apa engkau mencari terompet?' Saya menjawab, "Untuk memanggil orang-orang agar mengerjakan shalat." Ia berkata, "Maukah kamu saya beritahu dengan hal yang lebih baik?' Saya menjawab, Tentu.') kemudian  ia  berkata,   'Ucapkanlah,   Allahu Akbar... ' kemudian  ia mengumandangkan adzan (hingga selesai) dengan cara membaca Allah Akbar empat kali (dengan mengumandangkannya sepasang-sepasang) tanpa mengulang (bacaan syahadat. Dalam Shahih Muslim diterangkan bahwa maksudnya ialah membaca kembali kalimat syahadat, dengan suara lantang setelah membaca dengan suara pelan) sedangkan iqamah ia baca sekali-sekali (tanpa mengulang bacaan apapun) kecuali 'Qad Qaamat as-Shalah' (bacaan itu diulang) Ia —Abdullah- berkata, 'Ketika pagi telah tiba saya mendatangi Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Beliau berkata, "Sungguh itu adalah mimpi yang benar."
Tafsir Hadits
Hadits ini merupakan dalil disyariatkannya adzan untuk shalat, panggilan bagi orang-orang yang tidak berada di masjid untuk menghadiri shalat. Oleh karena itulah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memikirkan cara untuk mengumpulkan mereka, dan inilah panggilan untuk shalat sekaligus pemberitahuan akan masuknya waktu shalat.
Apakah hukumnya wajib? Para ulama berbeda pendapat, yang jelas ia adalah salah satu syiar agama Islam sekaligus salah satu wujud keindahan syariat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dalil yang mewajibkannya merupakan dalil yang implisit, bisa ya dan bisa juga tidak, dan akan dibahas setelah ini.
Begitu pula masalah lafazhnya, para ulama berbeda pendapat juga, hadits ini menjelaskan bahwa adzan dimulai dengan mengumandangkan bacaan takbir empat kali, dan ada riwayat lain yang berbeda.
Dalam sebagian hadits riwayat Abu Mahdzurah dijelaskan bahwa permulaannya ialah takbir dua kali, sedangkan dalam riwayat lainnya empat kali disebutkan, kemudian kebanyakan ulama mengambil pendapat takbir empat kali berdasarkan kemasyhuran haditsnya dan karena tambahan itu -yakni dua tambah dua- adalah genap sehingga layak untuk diterima -karena tidak menyalahi hadits yang menyebutkan bahwa adzan dikumandangkan dengan hitungan genap-.
Hadits ini menunjukkan tidak disyariatkannya mengulang dalam bacaan syahadat, namun kemudian ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Ulama yang berpendapat bahwa mengulang tidak disyariatkan mengambil hadits ini sebagai argumen, sedangkan yang mengatakan bahwa hal itu disyariatkan mereka mengambil hadits Abu Mahdzurah sebagai argumen.
Hadits ini menunjukkan bahwa iqamat dibaca sekali-sekali, kecuali lafazh 'Qad Qaamat as-Shalah' yang harus dibaca dua kali.
Zhahir hadits menunjukkan bahwa takbir permulaan iqamat dibaca sekali, akan tetapi kemudian jumhur ulama mengambil pendapat bahwa ia dibaca dua kali. Mereka mengatakan, "Jika dilihat dari cara mengumandangkan takbir pada permulaan adzan yang dibaca empat kali, maka membacanya dua kali di dalam iqamah seperti tidak ada pengulangan -dianggap satu kali-, begitu pula ia diulang pada penutup iqamah, sedangkan bacaan yang lainnya dibaca sekali.
Al-Bukhari telah meriwayatkan hadits, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah memerintahkan Bilal untuk menggenapkan bacaan adzan dan mengganjilkan bacaan iqamah, kecuali bacaan Qad Qaamat as-Shalah'." Hadits ini akan segera dibahas.
Hadits ini merupakan dalil bagi mereka yang mengatakan bahwa bacaan adzan dibaca masing-masing dua kali sedangkan bacaaan iqamah dibaca sekali-sekali kecuali 'Qad Qaamat as-Shalah'.
Mereka yang berpendapat bahwa takbir dibaca empat kali membantah pendapat ini mereka mengatakan, "Memang hadits ini shahih dan menjelaskan pendapat mereka itu, akan tetapi hadits yang menyebutkan bahwa takbir dibaca empat kali tidak ada yang meragukan keshahihannya, maka posisi hadits ini adalah sebagai pelengkap hadits di atas, dengan demikian orang yang membaca takbir empat kali saat permulaan adzan maka ia telah mengamalkan kedua hadits ini. Kemudian perlu diketahui bahwa hadits yang memerintahkan untuk menggenapkan adzan tidak menunjukkan dilarangnya membaca takbir empat kali."
Para ulama telah sepakat bahwa bacaan tauhid 'laa ilaaha illallah' di akhir adzan dan iqamah dibaca sekali, dan ia tidak termasuk ke dalam perintah untuk menggenapkan bacaan adzan.
Hikmah diperintahkan untuk mengenapkan adzan dan mengganjilkan iqamah ialah, bahwa adzan merupakan pemberitahuan untuk orang-orang yang berada jauh dari masjid sehingga harus diulang-ulang, sekaligus dianjurkan pula untuk meninggikan suara di atas tempat yang tinggi. Sebaliknya, iqamah tidak memerlukan pengulangan karena merupakan pemberitahuan untuk orang-orang yang telah hadir, sehingga dianjurkan dengan suara rendah dan cepat. Sedangkan hikmah pengulangan bacaan 'Qad Qaamat as-Shalah' ialah karena itulah inti dari iqamah.
Ahmad menambahkan di akhir hadits Abdullah bin Zaid tersebut, "Kisah tentang Bilal yang menambahkan bacaan As-Shalatu khairun minan naum' -shalat itu lebih baik daripada tidur- dalam adzan shalat Subuh.
At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad meriwayatkan dari Abdurrahman bin Abu Ya’la dari Bilal, ia berkata,
قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «لَا تُثَوِّبَنَّ فِي شَيْءٍ مِنْ الصَّلَاةِ إلَّا فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ»
"Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda kepadaku, 'Janganlah engkau mengumandangkan As-Shalatu khairun minan naum' untuk shalat apapun kecuali shalat Subuh." [Dhaif: At Tirmidzi 198]
Hanya saja dalam sanad hadits ini ada yang dhaif, dan ia juga terpotong -munqathi'-. Seharusnya penyusun buku ini -Ibnu Hajar- menjelaskan hal tersebut sebagaimana yang biasa ia lakukan.
Ada yang mengatakan bahwa bacaan 'As-Shalatu khairun minan naum' dibaca dua kali, sebagaimana yang disebutkan di dalam Sunan Abu Dawud, dan bacaan 'As-Shalatu khairun minan naum' tidak ada di dalam hadits Abdullah bin Zaid, sebagaimana yang mungkin dipahami dari ungkapan Ibnu Hajar, karena ia mengungkapkan, "Menambahkan di akhir hadits", padahal maksudnya ialah bahwa Ahmad meriwayatkan hadits Abdullah bin Zaid yang kemudian ia sambung dengan hadits riwayat dari Bilal.
Sumber:
SUBULUS SALAM SYARH BULUGHUL MARAM, PENULIS: IMAM ASH-SHAN’ANI (BAB ADZAN)
سبل السلام
المؤلف: محمد بن إسماعيل بن صلاح بن محمد الحسني، الكحلاني ثم الصنعاني، أبو إبراهيم، عز الدين، المعروف كأسلافه بالأمير (المتوفى: 1182هـ)




 

0 komentar:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More