- عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ
عَبْدِ رَبِّهِ قَالَ: «طَافَ بِي - وَأَنَا نَائِمٌ رَجُلٌ فَقَالَ: تَقُولُ:
اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ، فَذَكَرَ الْأَذَانَ - بِتَرْبِيعِ
التَّكْبِيرِ بِغَيْرِ تَرْجِيعٍ، وَالْإِقَامَةَ فُرَادَى، إلَّا قَدْ قَامَتْ
الصَّلَاةُ - قَالَ: فَلَمَّا أَصْبَحْتُ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَقَالَ: إنَّهَا لَرُؤْيَا حَقٍّ» - الْحَدِيثَ
أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُد. وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ وَابْنُ
خُزَيْمَةَ
Dari
Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbih berkata, ‘Saya melihat dalam tidurku seorang
mengelilingiku, kemudian ia berkata, Ucapkanlah,...’allahu akbar...’ kemudian
ia mengumandangkan adzan dengan cara membaca allahu akbar empat kali tanpa
mengulang, sedangkan iqamah ia baca sekali-sekali kecuali ‘qad qaamati Shalah’.
Ia –Abdullah- berkata, ‘Ketika pagi telah tiba, saya mendatangi Nabi SAW.
beliau berkata, “Sungguh itu adalah mimpi yang benar.” (HR. Ahmad dan
Abu Daud. At Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah menshahihkannya)
[Shahih: Abu Daud
499]
- وَزَادَ أَحْمَدُ فِي آخِرِهِ قِصَّةَ
قَوْلِ بِلَالٍ فِي أَذَانِ الْفَجْرِ: «الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ»
Ahmad
menambahkan di akhir hadits tersebut, "Kisah tentang Bilal yang
menambahkan bacaan 'As-Shalatu khairun minan naum' —shalat itu lebih
baik daripada tidur- dalam adzan shalat Subuh."
[Sanadnya
terputus, karena an’anah Abu Ishaq, tetapi syaikh Ahmad Syakir menyatakan
maushul, ketika menta’liq hadits ini no. 16429. Ebook editor]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل
السلام]
Biografi
Perawi
Abdullah
bin Zaid Radhiyallahu Anhu adalah Abu Muhammad Abdullah bin Zaid bin
Abdi Rabbih Al-Anshari Al-Khazraji. Abdullah hadir pada peristiwa Bai'at
Aqabah, ikut serta dalam perang Badar dan peperangan setelah itu. Wafat pada
tahun 32 H.
Penjelasan
Kalimat
"Saya
melihat dalam tidurku seseorang mengelilingiku (hadits ini mempunyai cerita khusus yang telah dijelaskan di
dalam beberapa hadits yang lain, yaitu ketika jumlah umat Islam telah banyak
mereka menginginkan satu cara bersama untuk memberitahu masyarakat akan
kedatangan waktu shalat. Ada yang mengusulkan, ''Bagaimana jika kita
menggunakan lonceng." Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata,
"Itu cara orang-orang Nashrani." Ada yang mengusulkan,
"Bagaimana jika kita menggunakan terompet?" Beliau berkata, "Itu
cara orang-orang Yahudi." Ada yang mengusulkan, "Bagaimana jika
kita nyalakan api?" Beliau berkata, "Itu cara
orang-orangMajusi." Lalu mereka semua berpencar, kemudian Abdullah bin
Zaid bermimpi lalu ia mendatangi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan
menceritakan mimpi tersebut.
Disebutkan
di dalam Sunan Abu Dawud, "Ketika saya sedang tidur seseorang
membawa terompet mengelilingiku, saya bertanya kepadanya, "Wahai hamba
Allah, apakah kamu menjual terompet?" Ia balik bertanya, "Untuk apa
engkau mencari terompet?' Saya menjawab, "Untuk memanggil orang-orang agar
mengerjakan shalat." Ia berkata, "Maukah kamu saya beritahu dengan
hal yang lebih baik?' Saya menjawab, Tentu.') kemudian ia
berkata, 'Ucapkanlah, Allahu Akbar... ' kemudian
ia mengumandangkan adzan (hingga selesai) dengan cara membaca Allah
Akbar empat kali (dengan mengumandangkannya sepasang-sepasang) tanpa
mengulang (bacaan syahadat. Dalam Shahih Muslim diterangkan bahwa
maksudnya ialah membaca kembali kalimat syahadat, dengan suara lantang setelah
membaca dengan suara pelan) sedangkan iqamah ia baca sekali-sekali (tanpa
mengulang bacaan apapun) kecuali 'Qad Qaamat as-Shalah' (bacaan itu
diulang) Ia —Abdullah- berkata, 'Ketika pagi telah tiba saya mendatangi Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam. Beliau berkata, "Sungguh itu adalah mimpi
yang benar."
Tafsir
Hadits
Hadits
ini merupakan dalil disyariatkannya adzan untuk shalat, panggilan bagi
orang-orang yang tidak berada di masjid untuk menghadiri shalat. Oleh karena itulah
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memikirkan cara untuk
mengumpulkan mereka, dan inilah panggilan untuk shalat sekaligus pemberitahuan
akan masuknya waktu shalat.
Apakah
hukumnya wajib? Para ulama berbeda pendapat, yang jelas ia adalah salah satu
syiar agama Islam sekaligus salah satu wujud keindahan syariat Allah
Subhanahu wa Ta'ala. Dalil yang mewajibkannya merupakan dalil yang
implisit, bisa ya dan bisa juga tidak, dan akan dibahas setelah ini.
Begitu
pula masalah lafazhnya, para ulama berbeda pendapat juga, hadits ini
menjelaskan bahwa adzan dimulai dengan mengumandangkan bacaan takbir empat
kali, dan ada riwayat lain yang berbeda.
Dalam
sebagian hadits riwayat Abu Mahdzurah dijelaskan bahwa permulaannya ialah
takbir dua kali, sedangkan dalam riwayat lainnya empat kali disebutkan,
kemudian kebanyakan ulama mengambil pendapat takbir empat kali berdasarkan
kemasyhuran haditsnya dan karena tambahan itu -yakni dua tambah dua- adalah
genap sehingga layak untuk diterima -karena tidak menyalahi hadits yang
menyebutkan bahwa adzan dikumandangkan dengan hitungan genap-.
Hadits
ini menunjukkan tidak disyariatkannya mengulang dalam bacaan syahadat, namun
kemudian ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Ulama yang berpendapat bahwa
mengulang tidak disyariatkan mengambil hadits ini sebagai argumen, sedangkan
yang mengatakan bahwa hal itu disyariatkan mereka mengambil hadits Abu
Mahdzurah sebagai argumen.
Hadits
ini menunjukkan bahwa iqamat dibaca sekali-sekali, kecuali lafazh 'Qad
Qaamat as-Shalah' yang harus dibaca dua kali.
Zhahir
hadits menunjukkan bahwa takbir permulaan iqamat dibaca sekali, akan tetapi
kemudian jumhur ulama mengambil pendapat bahwa ia dibaca dua kali. Mereka
mengatakan, "Jika dilihat dari cara mengumandangkan takbir pada permulaan
adzan yang dibaca empat kali, maka membacanya dua kali di dalam iqamah seperti
tidak ada pengulangan -dianggap satu kali-, begitu pula ia diulang pada penutup
iqamah, sedangkan bacaan yang lainnya dibaca sekali.
Al-Bukhari
telah meriwayatkan hadits, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah
memerintahkan Bilal untuk menggenapkan bacaan adzan dan mengganjilkan bacaan
iqamah, kecuali bacaan Qad Qaamat as-Shalah'." Hadits ini akan
segera dibahas.
Hadits
ini merupakan dalil bagi mereka yang mengatakan bahwa bacaan adzan dibaca
masing-masing dua kali sedangkan bacaaan iqamah dibaca sekali-sekali kecuali 'Qad
Qaamat as-Shalah'.
Mereka
yang berpendapat bahwa takbir dibaca empat kali membantah pendapat ini mereka
mengatakan, "Memang hadits ini shahih dan menjelaskan pendapat mereka itu,
akan tetapi hadits yang menyebutkan bahwa takbir dibaca empat kali tidak ada
yang meragukan keshahihannya, maka posisi hadits ini adalah sebagai pelengkap
hadits di atas, dengan demikian orang yang membaca takbir empat kali saat permulaan
adzan maka ia telah mengamalkan kedua hadits ini. Kemudian perlu diketahui
bahwa hadits yang memerintahkan untuk menggenapkan adzan tidak menunjukkan
dilarangnya membaca takbir empat kali."
Para
ulama telah sepakat bahwa bacaan tauhid 'laa ilaaha illallah' di akhir
adzan dan iqamah dibaca sekali, dan ia tidak termasuk ke dalam perintah untuk
menggenapkan bacaan adzan.
Hikmah
diperintahkan untuk mengenapkan adzan dan mengganjilkan iqamah ialah, bahwa
adzan merupakan pemberitahuan untuk orang-orang yang berada jauh dari masjid
sehingga harus diulang-ulang, sekaligus dianjurkan pula untuk meninggikan suara
di atas tempat yang tinggi. Sebaliknya, iqamah tidak memerlukan pengulangan
karena merupakan pemberitahuan untuk orang-orang yang telah hadir, sehingga
dianjurkan dengan suara rendah dan cepat. Sedangkan hikmah pengulangan bacaan 'Qad
Qaamat as-Shalah' ialah karena itulah inti dari iqamah.
Ahmad
menambahkan di akhir hadits Abdullah bin Zaid tersebut, "Kisah tentang
Bilal yang menambahkan bacaan As-Shalatu khairun minan naum' -shalat itu
lebih baik daripada tidur- dalam adzan shalat Subuh.
At-Tirmidzi,
Ibnu Majah dan Ahmad meriwayatkan dari Abdurrahman bin Abu Ya’la dari Bilal, ia
berkata,
قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «لَا تُثَوِّبَنَّ فِي شَيْءٍ مِنْ الصَّلَاةِ إلَّا فِي صَلَاةِ
الْفَجْرِ»
"Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda kepadaku, 'Janganlah engkau
mengumandangkan As-Shalatu khairun minan naum' untuk shalat apapun kecuali
shalat Subuh." [Dhaif: At Tirmidzi 198]
Hanya
saja dalam sanad hadits ini ada yang dhaif, dan ia juga terpotong -munqathi'-.
Seharusnya penyusun buku ini -Ibnu Hajar- menjelaskan hal tersebut
sebagaimana yang biasa ia lakukan.
Ada
yang mengatakan bahwa bacaan 'As-Shalatu khairun minan naum' dibaca dua
kali, sebagaimana yang disebutkan di dalam Sunan Abu Dawud, dan bacaan 'As-Shalatu
khairun minan naum' tidak ada di dalam hadits Abdullah bin Zaid,
sebagaimana yang mungkin dipahami dari ungkapan Ibnu Hajar, karena ia
mengungkapkan, "Menambahkan di akhir hadits", padahal maksudnya ialah
bahwa Ahmad meriwayatkan hadits Abdullah bin Zaid yang kemudian ia sambung
dengan hadits riwayat dari Bilal.
Sumber:
SUBULUS
SALAM SYARH BULUGHUL MARAM, PENULIS: IMAM ASH-SHAN’ANI (BAB
ADZAN)
سبل السلام
المؤلف: محمد بن إسماعيل بن صلاح بن
محمد الحسني، الكحلاني ثم الصنعاني، أبو إبراهيم، عز الدين، المعروف كأسلافه
بالأمير (المتوفى: 1182هـ)
0 komentar:
Post a Comment