Dr Adian Husaini
Peneliti INSISTS
Pesan ayat al-Quran itu begitu jelas: dalam
menerima suatu informasi, kaum Muslim diperintahkan memperhatikan kredibilitas
sumber berita. Waspadai jika berita itu bersumber dari orang fasik. Siapakah orang
yang disebut sebagai fasik?
Kata “fasik” (fasiq), berasal dari kata dasar “al
fisq“ yang artinya “keluar” (khuruj). Para ulama mendefinisikan fasik sebagai
“orang yang durhaka kepada Allah SWT karena meninggalkan perintah-Nya atau
melanggar ketentuan-Nya”. Orang fasik adalah orang yang melakukan dosa besar
atau banyak/sering melakukan dosa kecil. Memang tidak begitu mudah menentukan
batasan yang tegas apakah seorang masuk kategori fasik. Di dalam Al Quran kata
fasik muncul dalam berbagai konteks. Terkadang kata fasik dihubungkan langsung
dengan kekafiran dan kedurhakaan (QS 49:7) dan terkadang digandengkan dengan
kebohongan dan percekcokan (QS 2:197).
Di lapangan hukum Islam, kata “fasik”
diperhadapkan dengan kata “‘adil“. Menurut jumhur ulama, adil adalah sifat
tambahan dan tidak identik dengan Islam itu sendiri. Maksudnya, orang yang
tidak adil (fasik) tidak langsung dikeluarkan dari Islam. Kategori fasik bisa
terjadi akibat dosa besar atau dosa kecil, tetapi kategori kafir hanya mungkin
terjadi akibat dosa besar. Dengan demikian, dapat dikatakan, setiap kafir pasti
fasik, tetapi belum tentu setiap fasik adalah juga kafir. Sebagian ulama
madzhab Syafii menyatakan, bahwa seorang dapat dikatakan sebagai tidak fasik
(adil) apabila kebaikan dia lebih banyak dari kejahatannya dan tidak terbukti
bahwa ia sering berdusta.
Menyimak uraian para ulama tersebut, dapat
diambil pemahaman, bahwa orang fasik terlarang memegang suatu jabatan atau
amanah yang berhubungan dengan “kepercayaan”. Posisi media massa dan wartawan
adalah sebagai ”pembawa amanah” untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat.
Harusnya, posisi ini tidak ditempati oleh orang-orang yang fasik. Artinya, QS
al-Hujurat ayat 6 tersebut seharusnya menyadarkan umat Islam untuk menyiapkan
tenaga-tenaga wartawan dan institusi media Islam yang adil dan profesional.
Asbabun Nuzul ayat 6 surat Al Hujurat itu
berkaitan dengan kisah seorang bernama al-Walid bin Uqbah. Ia diutus oleh Nabi
Muhammad saw untuk menarik zakat dari Bani Musthaliq yang telah menyatakan
masuk Islam. Al-Walid tidak berhasil menarik zakat dan pulang kembali ke
Madinah dengan mambawa laporan kepada Nabi SAW bahwa Bani Mushthaliq telah
murtad dari Islam.
Nabi pun bersiap-siap mengirimkan pasukan ke Bani
Musthaliq. Tapi, sebelum itu terjadi, datanglah utusan Bani Mushthaliq dan
membantah berita al-Walid. Maka turunlah ayat itu. Bahkan ayat tersebut memberi
julukan yang hina kepada Al Walid, yaitu si “fasik”, tegasnya seorang
pembohong. Ibnu Zaid, Muqatil, dan Sahl bin Abdullah memberi arti orang fasik
sebagai pembohong (kadzdzaab). Sedangkan Abul Hasan al Warraq memberi arti
orang fasik sebagai orang yang tidak segan-segan menyatakan suatu perbuatan
dosa. (Lihat, Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al Azhar, Juzu’ XXVI, hal. 191-192).
Kisah itu mengisyaratkan betapa pentingnya kaum
Muslim sangat berhati-hati dalam menerima, mengolah, dan menyebarkan informasi.
Silakan menerima informasi dari kaum fasik, tapi harus dilakukan tabayyun
terlebih dahulu. Lakukan cek dan ricek. Jangan percaya begitu saja informasi
dari kaum fasik, apalagi kaum kafir. Apalagi, tidak ada informasi yang bebas
nilai dan bebas misi. Informasi dalam bentuk berita, analisis, atau apa pun,
disebarkan melalui media massa melalui proses pemilihan, penyuntingan, dan
lay-out serta sudut pandang yang sarat kepentingan dan muatan nilai penulis dan
media massanya.
Bahkan, secara khusus, al-Quran mengingatkan
bahwa musuh utama para Nabi –dan tentu juga para pengikut Nabi– adalah
setan-setan jenis manusia dan setan-setan jenis jin yang senantiasa menyebarkan
”kata-kata indah” (zukhru falqaul), dengan tujuan untuk menipu manusia. (QS
an-An’am: 112). Iblis pun menggoda Adam dan Hawa dengan kata-kata indah dan
ungkapan yang menawan, bukan dengan ungkapan dan bentakan kasar, sehingga
berhasil membujuk Adam dan Hawa melanggar larangan Allah. Henry Martyn, tokoh
misionaris terkenal dengan ungkapan nya, “Aku datang untuk menghadapi umat
Islam, bukan dengan senjata tapi dengan kata-kata, bukan dengan kekuatan fisik
tapi dengan logika, dan bukan dalam kebencian tapi dalam kasih.”
Perang Salib telah gagal, begitu kata Henry
Martyn. Karena itu, untuk “menaklukkan” dunia Islam perlu resep lain: gunakan
“kata, logika, dan kasih”. Bukan kekuatan senjata atau kekerasan. Hal senada
dikatakan misionaris lain, Raymond Lull, “Saya melihat banyak ksatria pergi ke
Tanah Suci, dan berpikir bahwa mereka dapat menguasainya dengan kekuatan
senjata, tetapi pada akhirnya semua hancur sebelum mereka mencapai apa yang
mereka pikir bisa diperoleh.”
Lull mengeluarkan resep: Islam tidak dapat
ditaklukkan dengan darah dan air mata, tetapi dengan cinta kasih dan doa.
Menurut Eugene Stock, mantan sekretaris redaksi Church Missionary Society,
tidak ada figur yang lebih heroik dalam sejarah Kristen dibandingkan Raymond Lull.
Lull adalah misionaris pertama dan mungkin terbesar yang menghadapi para
pengikut Muhammad.
Ungkapan Lull dan Martyn itu ditulis oleh Samuel
M Zwemmer, misionaris Kristen terkenal di Timur Tengah, dalam buku Islam: A
Challenge to Faith (1907). Buku yang berisi resep untuk “menaklukkan” dunia
Islam itu disebut Zwemmer sebagai “beberapa kajian tentang kebutuhan dan
kesempatan di dunia para pengikut Muhammad dari sudut pandang missi Kristen”.
Jangan heran, jika kaum misionaris kemudian
sangat serius dan professional dalam mengembangkan media informasi untuk
mengarahkan pemikiran masyarakat. Tugas media adalah membentuk citra (image),
yang seringkali berbeda dengan realitas sebenarnya. Media bisa mencitrakan
seorang sebagai “orang baik” dan “orang jahat” yang sering berbeda dengan
kenyataan sebenarnya.
Informasi memang hal teramat penting dalam
kehidupan manusia. Dan Nabi Muhammad saw memerintahkan: Berjihadlah melawan
orang-orang musyrik dengan hartamu, jiwamu, dan lidahmu. Kini, apa yang sudah
dilakukan oleh umat Islam dalam berjuang di bidang media informasi ini?
Sudahkah kita semua bersungguh-sungguh berjuang di bidang informasi ini?
Jujurlah kita, tanya di sini, di hati ini!
0 komentar:
Post a Comment