JAKARTA -- Kementerian Agama usai
menggelar seminar internasional Alquran. Pakar Alquran dari berbagai negara
didatangkan guna mendapatkan saran untuk menyusun mushaf Alquran standar
Indonesia.
Ketua Tim Penulisan Mushaf
Alquran Brunei Darussalam, Syekh Samih Atsaminah, memberikan saran agar mushaf Alquran standar Indonesia tidak minim
referensi. Dia merasa, berbagai referensi yang dapat dikumpulkan tim Lajnah pentashihan
Alquran di Indonesia, bisa menghasilkan lebih banyak perbandingan.
"Jadi jangan terpaku kepada
satu mushaf, misalnya mushaf usmaniyyah saja," kata Syekh Samih, Kamis
(1/9). Pakar Alquran dari Yordania tersebut, memberikan catatan-catatan penting
terkait penulisan yang memang dimaksudkan agar mushaf, tidak ke luar dari
prinsip atau kaidah penulisan mushaf. Salah satunya tentang penulisan yang
tidak harus berujung dengan akhir ayat, dan keterangan surah yang tidak boleh
terpisah halaman dari ayat-ayat yang dimaksud.
Selain itu, Syekh Samih banyak
memberikan catatan yang bersifat teknis penulisan, mengingat ia memang cukup
dikenal sebagai orang yang detil terhadap hal-hal kecil. Namun, terdapat
masukan-masukan yang memang berbeda dengan mushaf yang ada negara-negara lain,
terutama dengan yang selama ini ada di Indonesia.
Penulis mushaf Alquran dari
Kementerian Agama, Isep Misbah, membenarkan adanya perbedaan yang sangat lumrah
terdapat antara negara satu dengan yang lain. Meski begitu, ia menekankan, perbedaan
yang ada lumrah terjadi karena perbedaan fungsi masing-masing negara, namun
tetap bisa jadi tambahan pertimbangan.
"Ada beberapa yang berbeda
dengan konsep kita, tapi lebih ke fungsi, misal penulisan mushaf Indonesia
membantu untuk menghafal," ujar Isep. REPUBLIKA.CO.ID
0 komentar:
Post a Comment