JAKARTA -- Berdirinya
kerajaan-kerajaan Islam atau biasa disebut kesultanan, merupakan episode
penting dalam proses islamisasi di Nusantara. Menurut Jajat Burhanuddin, dalam
Islamisasi Kelembagaan Politik, munculnya kerajaan-kerajaan Islam di nusantara,
membuka keyakinan bagi terintegrasinya nilai-nilai Islam ke dalam sistem sosial
dan politik di nusantara.
Kerajaan-kerajaan itu menjadi
basis bagi upaya penerapan ajaran Islam di kalangan masyarakat. Dengan dukungan
dari para penguasa, para pedagang dan pengembara Muslim berperan sebagai pelaku
ekonomi, sekaligus juru dakwah yang memperkenalkan Islam kepada masyarakat
lokal.
Ada dua kerajaan Islam besar yang
berdiri di Pulau Kalimantan, yaitu Kerajaan Banjar dan Kerajaan Kutai. Kerajaan
Kutai terdapat di Kalimantan Timur dan Kerajaan Banjar terdapat di Kalimantan
Selatan.
Kutai merupakan kerajaan tertua
di Indonesia. Kerajaan ini diperkirakan muncul pada abad ke-5 M, atau kurang
lebih 400 M.
Marwati Djoened Poesponegoro dan
Nugroho Notosusento dalam Sejarah Nasional Indonesia III, Zaman Pertumbuhan dan
Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia menjelaskan, sebelum kedatangan Islam,
Kerajaan Kutai bercorak Nusantara-Hindu.
Sedangkan di pedalaman,
kebanyakan penduduk masih menganut animisme dan dinamisme. Pada masa
pemerintahan Raja Mahkota, datanglah dua orang Muslim, masing-masing bernama
Tuan di Bandang dan Tunggang Parangan.
Kedua mubalig itu datang ke Kutai
setelah orang-orang Makassar masuk Islam, tetapi beberapa waktu kemudian keluar
lagi dari Islam. Karena itu, Tuan di Bandang kembali ke Makassar, sedangkan
Tuan Tunggang Parangan menetap di Kutai. Raja Mahkota masuk Islam setelah
merasa kalah dalam kesaktiannya. Ia kemudian mendirikan masjid dan pengajaran Islam
dimulai.
Islamisasi di Kutai dan daerah
sekitarnya, diperkirakan terjadi pada sekitar 1575. Penyebaran lebih jauh ke
daerah-daerah pedalaman terjadi, terutama pada waktu putranya, yaitu Aji di
Langgar dan pengganti-penggantinya, meneruskan perang ke daerah Muara Kaman.
Sementara itu, Marzuki dalam
Tarikh dan Kebudayaan Islam menerangkan, Kerajaan Banjar merupakan kelanjutan
dari kerajaan Daha yang beragama Hindu.
Peristiwanya bermula ketika
terjadi pertentangan dalam keluarga istana antara Pangeran Samudera sebagai
pewaris sah kerajaan Daha dan pamannya, Pangeran Tumenggung. Ketika Raja Daha,
Suka Rama, hampir wafat, ia berwasiat agar yang menggantikannya adalah cucunya,
Pangeran Samudra.
Hal ini tidak disetujui oleh
keempat putranya, terutama Pangeran Tumenggung. Setelah Sukarama meninggal,
jabatan raja dipegang oleh putra tertuanya, Pangeran Mangkubumi.
Ia kemudian terbunuh oleh pegawai
istana atas hasutan Pangeran Tumenggung. Akhirnya, Pangeran Tumenggung menjadi
Raja Daha. Pangeran Samudra mengembara ke wilayah muara dan diasuh oleh Patih
Masih. Pangeran Samudra berhasil menyusun kekuatan.
Dengan meminta bantuan dari
Kerajaan Demak, Pangeran Samudra kemudian berhasil menguasai Banjar. Sesuai
dengan perjanjian yang dibuat dengan Demak, ia dan seluruh kerabat keraton
serta penduduk Banjar memeluk Islam. Ia kemudian masuk Islam dan menjadi raja
pertama dalam kerajaan Islam Banjar, dengan gelar Sultan Suryanullah atau
Suriansyah.
Daerah-daerah yang kemudian
mengakui kekuasaan Kerajaan Islam Banjar adalah Sambas, Batanglawai, Sukadana,
Kotawaringin, Sampit, Medawi, dan Sambangan. Sultan Suryanullah kemudian
diganti oleh putra tertuanya, Sultan Rahmatullah. Raja-raja selanjutnya adalah
Sultan Hidayatullah (putra Sultan Rahmatullah) dan Marhum Panambahan, yang
dikenal dengan Sultan Musta'inullah. Pada masanya, Banjar mulai mengalami
kekacauan. REPUBLIKA.CO.ID
0 komentar:
Post a Comment