Akibat propaganda islamophobia,
banyak orang-orang Barat yang salah mempersepsikan Islam. Hal itulah yang ingin
diluruskan oleh Raja Yordania Abdullah II bin Al-Hussein. Di depan Parlemen
Eropa, Raja Abdullah II menjelaskan makna menjadi seorang muslim.
Berkali-kali, pidato Raja
Abdullah II ini mendapatkan applause dari para anggota parlemen Eropa. Dan di
akhir pidatonya, ia mendapatkan standing applause yang meriah, menunjukkan
apresiasi dan penghormatan para anggota parlemen Eropa atas pidato tersebut.
Pidato di Strasbourgh pada 10
Maret 2015 itu juga membuat banyak umat Islam terharu. Tidak sedikit netizen
yang mengaku menangis melihat pidato Raja Abdullah II.
“Ah keren banget! ahhh
kereeeennn...... aku pun terharu... terutama ketika ada apresiasi dari kepala
negara lain untuk menghormati beliau,” kata Fitriani A Sjarif.
“Kenapa aku menangis.....
Terharu,” kata Giza Paulasari.
“Ini keren, walau sudah lihat
berulang kali tapi mata masih berair kalau lihat video ini,” kata Hoshi.
Berikut ini transkrip dan video
pidato Raja Abdullah II di depan Parlemen Eropa:
“Apa makna sebenarnya menjadi
seorang Muslim. Aku dan banyak Muslim lainnya telah diajarkan sejak tahun-tahun
pertama, bahwa agama kami (Islam) menuntut hormat dan perhatian bagi sesama.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Kalian tidak beriman hingga kalian mencintai sesamamu
seperti kalian mencintai dirimu sendiri”. Itulah makna menjadi seorang Muslim.
Di antara nama-nama Allah, kita
dengar: Maha Pengasih (Ar Rahman) dan Maha Penyayang (Ar Rahim).
Selama hidupku, setiap hari aku
mendengar dan memberi salam “Assalamu’alaikum”.
Ucapan kepada orang lain agar
diberkati dengan damai. Inilah makna menjadi seorang Muslim.
Lebih dari seribu tahun lalu
sebelum Konvensi Jenewa, tentara muslim dilarang membunuh anak-anak, wanita dan
orang tua. Dilarang merusakan pohon, dilarang mencelakakan pendeta, dilarang
merusak gereja.
Nilai-nilai islam yang sama ini
diajarkan kepada kami di sekolah sejak kanak-kanak. Tidak menghancurkan atau
menodai di mana Tuhan disembah. Tidak masjid, tidak gereja, tidak sinagong.
Sejarah, geografi dan masa depan
mengikat kita. Jangan ada yang memisahkan kita, karena bersama-sama kita bisa
membangun pilar-pilar saling menghormati, yang akan mendukung kebaikan bersama
bagi generasi mendatang. Terima kasih.” (tarbiyah)
0 komentar:
Post a Comment