ﻭَﻻَ ﺗَﻘْﻒُ ﻣَﺎ ﻟَﻴْﺲَ ﻟَﻚَ ﺑِﻪِ ﻋِﻠْﻢٌ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺴَّﻤْﻊَ
ﻭَﺍﻟْﺒَﺼَﺮَ ﻭَﺍﻟْﻔُﺆَﺍﺩَ ﻛُﻞُّ ﺃُﻭﻟـﺌِﻚَ ﻛَﺎﻥَ ﻋَﻨْﻪُ
ﻣَﺴْﺆُﻭﻻً )ﺍﻹﺳﺮﺍﺀ : 36 )
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya
itu akan diminta pertanggunganjawabnya.” (QS. Al-Israa’:36)
Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib berkata, “Tidak akan didapat ilmu
(yang bermanfa’at-pen) kecuali dengan enam perkara……yaitu harus CERDAS,
SEMANGAT, BERSABAR, MEMILIKI BIAYA, MEMILIKI GURU PEMBIMBING DAN WAKTU
YANG LAMA.”
Berkata Al-Kholil bin Ahmad,
ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ ﺃﺭﺑﻌﺔ ﺭﺟﻞ ﻳﺪﺭﻱ ﻭﻻ ﻳﺪﺭﻱ ﺃﻧﻪ
ﻳﺪﺭﻱ ﻓﺬﺍﻙ ﻏﺎﻓﻞ ﻓﻨﺒﻬﻮﻩ ﻭﺭﺟﻞ ﻻ ﻳﺪﺭﻱ
ﻭﻳﺪﺭﻱ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺪﺭﻱ ﻓﺬﺍﻙ ﺟﺎﻫﻞ ﻓﻌﻠﻤﻮﻩ
ﻭﺭﺟﻞ ﻳﺪﺭﻱ ﻭﻳﺪﺭﻱ ﺃﻧﻪ ﻳﺪﺭﻱ ﻓﺬﺍﻙ ﻋﺎﻗﻞ
ﻓﺎﺗﺒﻌﻮﻩ ﻭﺭﺟﻞ ﻻ ﻳﺪﺭﻱ ﻭﻻ ﻳﺪﺭﻱ ﺃﻧﻪ ﻻ
ﻳﺪﺭﻱ ﻓﺬﺍﻙ ﻣﺎﺋﻖ ﻓﺎﺣﺬﺭﻭﻩ
ﻳﺪﺭﻱ ﻓﺬﺍﻙ ﻏﺎﻓﻞ ﻓﻨﺒﻬﻮﻩ ﻭﺭﺟﻞ ﻻ ﻳﺪﺭﻱ
ﻭﻳﺪﺭﻱ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺪﺭﻱ ﻓﺬﺍﻙ ﺟﺎﻫﻞ ﻓﻌﻠﻤﻮﻩ
ﻭﺭﺟﻞ ﻳﺪﺭﻱ ﻭﻳﺪﺭﻱ ﺃﻧﻪ ﻳﺪﺭﻱ ﻓﺬﺍﻙ ﻋﺎﻗﻞ
ﻓﺎﺗﺒﻌﻮﻩ ﻭﺭﺟﻞ ﻻ ﻳﺪﺭﻱ ﻭﻻ ﻳﺪﺭﻱ ﺃﻧﻪ ﻻ
ﻳﺪﺭﻱ ﻓﺬﺍﻙ ﻣﺎﺋﻖ ﻓﺎﺣﺬﺭﻭﻩ
“Orang-orang itu ada empat macam:
1. Seorang yang mengetahui dan tidak mengetahui bahwasanya ia mengetahui, itulah orang yang lalai maka ingatkalah ia
2. Dan seorang yang tidak tahu dan ia mengetahui bahwasanya ia tidak tahu, itulah orang yang jahil (bodoh) maka ajarilah ia.
3. Dan seorang yang mengetahui dan ia tahu bahwasanya ia mengetahui, itulah orang yang pandai maka ikutilah.
4. Dan seorang yang tidak tahu dan tidak tahu bahwsanya ia tidak tahu,
dan dia mengajarkan orang, itulah orang tolol maka jauhilah
dia” (Atsar riwayat Al-Baihaqi dalam Al-Madkhol ila As-Sunan
Al-Kubro 1/441 no 828)
Sudah sejak
lama Alfaqier ingin membahas tentang hal ini. Baru sekarang rupanya
momen yang tepat. Alfaqier menulis ini bukan supaya pembaca jadi tidak
pernah lagi kirim2an artikel Islami via email, browsing web2 religius,
Fb , tapi sekedar untuk mengingatkan bahwa itu saja tidak cukup.
Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam belajar agama di internet ini,
1. Bahaya Dengan adanya sumber yang berlimpah, maka orang merasa sudah
tahu, dan merasa tidak perlu lagi bertanya-tanya kepada orang yang lebih
tahu. Padahal seringkali apa yang kita baca di internet tidak
sepenuhnya kita pahami sebagaimana yang diinginkan oleh penulisnya. Dan
Pembaca juga gak tau SIAPA SI PENULIS. Terutama jika situasi dan
kondisi penulis tidak sama dengan situasi dan kondisi pembaca. Seperti
Qur’an yang terkadang hanya bisa dipahami dari asbabun nuzulnya, bukan
hanya dari apa yang tertulis saja…
2. Merasa tidak perlu menuntut Ilmu kepada Ulama. Ini juga menjadi
penyakit yang sangat parah. Bersilaturrahiim kepada ulama tidak bisa
digantikan dengan baca-baca buku dan browsing internet. Pahala duduk
dalam majelis ilmu, fadhilah memandang wajah ulama, keutamaan duduk
dalam majelis-majelis dzikir, manfaat mendengar bayan dan penjelasan
ulama, jelas tidak bisa didapat dengan duduk berlama-lama memencet tuts
keyboard dan meng-klik mouse. Dan, menghadiri majlis Ilmu ini bukan
hanya sekedar saat kita ingin bertanya tentang masalah hukum agama saja.
Silaturrahiim kepada ulama ini memang banyak fadhilahnya. Dan untuk
menanyakan persoalanpun, sebenarnya tidak sopan kalau cuma sms-an, tapi
akan lebih ber-adab jika berkunjung dan meminta nasehat langsung. Tentu
saja, untuk saat-saat darurat, tidak
mengapa jika terpaksa menelepon atau kirim sms…
mengapa jika terpaksa menelepon atau kirim sms…
3. Internet tidak pandai memilah-milah karena Internet juga gak ada
gurunya, makanya yang belajar via Internet atau buku itu sesat
menyesatkan) mana yang penting dan mana yang tidak. Karena internet
tidak pandai/tidak ada gurunya, lalu kemudian kita sendiri yang
memilah-milah, bahan dan apa yang akan kita baca. Dan kemudian kita
memilah-milah berdasarkan apa yang terjadi dan kita hadapi dalam
kehidupan sehari-hari. Masalahnya adalah, terkadang, perkara yang amat
penting itu tidak kita jumpai (baca: tidak kita rasakan) dalam kehidupan
sehari-hari, padahal itu ada. Akhirnya terkadang kita jadi sibuk dengan
membahas perkara2 yang sebenarnya biasa-biasa saja dan melupakan
perkara-perkara lain yang lebih penting, karena hasil googling “I’m
Feeling LuckyTM” membawa kita kesana.
4. Internet itu rimba belantara. Tidak ada sesiapapun yang mengontrol
benar dan salah di internet. Sebagaimana di hutan dimana yang menjadi
raja adalah yang paling kuat, di belantara internet, yang menjadi raja
adalah yang paling tinggi rangking google rank-nya. Kalau dalam dunia
bisnis dan dunia eknomi yang memang sehari-hari berkutat dengan internet
sih tidak masalah. Karena pada saat itu, benar dan salah jadi tidak
ada, yang ada hanya request and demand.
Tapi dalam hal agama, dimana ulama-ulama hakiki (ulama yang
sesungguhnya) sedang sibuk dengan dzikir, muroqobah, dan murajaah, maka
orang-orang yang merasa tahu menuliskan apa yang mereka rasa tahu dan
dibaca oleh orang yang sama-sama tidak tahu, dan… begitulah. Mudahnya
fasilitas forward dan copy paste juga membuat sebuah pendapat yang
sebenarnya belum tentu benar, jadi terlihat benar karena ada
dimana-mana. Duh..ba…ha…ya….
MENGAPA BELAJAR PERLU GURU ?
MANFAAT BERGURU adalah agar terhindar dari perkara-perkara yang SESAT & untuk mnghindari FITNAH.
Adapun fungsi GURU atau SANAD (sandaran) adalah mencegah manusia untuk
berbicara semaunya /seenak Gue, atau bicara hanya berdasarkan dari
kerangka otaknya doang.
DENGAN SANAD, maka Hal-hal yang diajarkan Rosululloh, terjaga keaslian isi ilmunya, tanpa ada yang dikurangi atau di tambah-tambah (DI MODIFIKASI MANUSIA).
( Kata Al-Imam Ali Zainal Abidin “laula isnada ma qola sa’a ma sa’a”= jika tanpa isnad memang orang bisa berkata apa saja yang dikehendakinya. )
Belum ada dalam sejarah seorang ulama besar lahir dari belajar kepada
buku atau dari internet. Yang Ada Qulama (Sesat jadi ulama)
Ilmu adalah keahlian dan setiap keahlian membutuhkan ahlinya, maka untuk mempelajarinya membutuhkan muallimnya yang ahli (guru pembimbing).
Syaikh Bakr Abdullah Abu Zaid berkata, “Ini hampir menjadi titik
kesepakatan di antara para ulama kecuali yang menyimpang.” Ada ungkapan,
“Barangsiapa masuk ke dalam ilmu sendirian maka dia keluar sendirian.”
Syaikh Bakr berkata, “Maksudnya barangsiapa masuk ke dalam ilmu tanpa
syaikh maka dia keluar darinya tanpa ilmu, hanya mendapatkan kesesatan.”
Syaikh Bakr menukil ucapan ash-Shafadi, “Jangan mengambil ilmu dari shahafi (ahli tajwid) dan jangan
pula dari mushafi (org yg berpendat menurut dirinya sendiri), lalu
Syaikh Bakr berkata, “Yakni jangan pelajari al-Qur`an kepada orang yang
ahli membaca tapi pelajari dari Ahli ilmu (Ulama) dan jangan membaca
hadits dan lainnya dari orang yang mengambilnya dari buku.”
Sebagian ulama berkata,
ﻓَﻴَﻘِﻴْﻨُﻪُ ﻓِﻲ ﺍﻟﻤُﺸْﻜِﻼَﺕِ ﻇُﻨُﻮْﻥُ ﻣَﻦْ ﻟَﻢْ
ﻳُﺸَﺎﻓِﻪْ ﻋَﺎﻟِﻤًﺎ ﺑِﺄُﺻُﻮْﻟِﻪِ
ﻳُﺸَﺎﻓِﻪْ ﻋَﺎﻟِﻤًﺎ ﺑِﺄُﺻُﻮْﻟِﻪِ
Barangsiapa tidak mengambil dasar ilmu dari ulama, maka keyakinannya dalam perkara adalah TERTOLAK
Abu Hayyan berkata,
ﻳَﻈُﻦَّ ﺍﻟﻐَﻤْﺮُ ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻜُﺘُﺐَ ﺗَﻬْﺪِﻱ ﺃَﺧَﺎ ﻓَﻬْﻢٍ
ﻹِﺩْﺭَﺍﻙِ ﺍﻟﻌُﻠُﻮْﻡِ
ﻹِﺩْﺭَﺍﻙِ ﺍﻟﻌُﻠُﻮْﻡِ
Anak muda mengira bahwa buku membimbing orang yang mau memahami untuk mendapatkan ilmu
ﻭَﻣَﺎ ﻳَﺪْﺭِﻱ ﺍﻟﺠَﻬُﻮْﻝُ ﺑِﺄَﻥَّ ﻓِﻴْﻬَﺎ ﻏَﻮَﺍﻣِﺾَ
ﺣَﻴَّﺮَﺕْ ﻋَﻘْﻞَ ﺍﻟﻔَﻬِﻴْﻢِ
ﺣَﻴَّﺮَﺕْ ﻋَﻘْﻞَ ﺍﻟﻔَﻬِﻴْﻢِ
Orang bodoh tidak mengetahui bahwa di dalamnya terdapat kesulitan yang membingungkan akal orang
ﺇِﺫَﺍ ﺭُﻣْﺖَ ﺍﻟﻌُﻠُﻮْﻡَ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﺷَﻴْﺦٍ ﺿَﻠَﻠْﺖَ ﻋَﻦِ
ﺍﻟﺼِّﺮَﺍﻁِ ﺍﻟﻤُﺴْﺘَﻘِﻴﻢْ
ﺍﻟﺼِّﺮَﺍﻁِ ﺍﻟﻤُﺴْﺘَﻘِﻴﻢْ
Jika kamu menginginkan ilmu tanpa syaikh, niscaya kamu tersesat dari jalan yang lurus
ﻭَﺗَﻠْﺘَﺒِﺲُ ﺍﻷُﻣُﻮْﺭُ ﻋَﻠَﻴْﻚَ ﺣَﺘَّﻰ ﺗَﺼِﻴْﺮَ ﺃَﺿَﻞَّ ﻣِﻦْ
ﺗُﻮْﻣَﺎ ﺍﻟﺤَﻜِﻴْﻢِ
ﺗُﻮْﻣَﺎ ﺍﻟﺤَﻜِﻴْﻢِ
Perkara-perkara menjadi rancu atasmu sehingga kamu kebih tersesat
daripada Tuma al-Hakim Alfaqier yakin masih banyak nomor alasan lain
akan bahaya ilmu tanpa guru.
Alfaqier hanya ingin sekedar mengingatkan diri Alfaqier sendiri dan
semoga bermanfa’at untuk yang lain, agar kita sering-sering berkunjung
kepada ulama, giat mengikuti Majelis-majelis Ilmu, belajar agama di the
real world. “Cut your wire sometime” Wallohu ‘Alam.
Sumber : Ustadz Sulaiman Pengembara, Surabaya
0 komentar:
Post a Comment