JAKARTA -- Ibnu Sina atau
Avicenna memiliki nama lengkap Abu Ali al Huseyn bin Abdullah bin Hassan Ali
bin Sina. Ilmuwan berdarah Persia ini menulis karya ilmiah pertamanya di usia
21 tahun. Al-Majmu demikian judul karya ilmiah tersebut, yang mengulas beragam
ilmu pengetahuan.
Ibnu Sina lahir pada 980 M atau
370 H di Afsyanah, sebuah kota kecil di dekat Bukhara, Uzbekistan. Sepanjang
hidupnya, Muslim jenius ini telah menghasilkan 450 karya ilmiah. Namun dari
jumlah itu, hanya sekitar 240 karya yang tersisa.
Sebanyak 150 karya mengupas
tentang filsafat, 40 kitab tentang kedokteran, dan karya-karya lainnya memuat
beragam ilmu pengetahuan mulai dari filsafat, astronomi, kimia, geografi,
matematika, geologi, psikologi, teologi, logika, fisika, hingga seni puisi.
Salah seorang temannya, Abu Ubaid
al-Jurjani pernah bercerita, Ibnu Sina memiliki karakter yang cukup unik. Salah
satunya, ia suka mengagumi diri sendiri. Dan faktanya, Ibnu Sina memang dikagumi
banyak orang karena kejeniusannya.
Tak hanya menguasai beragam ilmu
pengetahuan, Ibnu Sina juga memiliki perhatian besar kepada ilmu keagamaan. Hal
inilah yang mendorongnya untuk menghafal Alquran. Beberapa sumber menyebut,
Ibnu Sina telah hafal Alquran pada usia 10 tahun.
Sejak masa kanak-kanak, Ibnu Sina
juga dikenal sebagai sosok yang mandiri dalam pemikiran. Ayahnya yang berasal
dari Balkh Khorasan adalah seorang pegawai tinggi pada masa Dinasti Samaniyah.
Sejak kecil, Ibnu Sina
memperlihatkan kepandaian yang luar biasa. Ilmu kedokteran dipelajarinya saat
berusia 16 tahun. Tak hanya mempelajari teori kedokteran, dia juga merawat
orang sakit berdasarkan pengetahuannya sendiri.
Berkat melayani orang sakit, Ibnu
Sina pun menemukan metode-metode baru dalam perawatan. Dia menjadi seorang
dokter sejak usia 17 tahun. Dia semakin terkenal sebagai dokter sejak berhasil
menyembuhkan Raja Dinasti Samaniah, Nuh bin Mansur.
Tak hanya Nuh bin Mansur, ia juga
berhasil menyembuhkan sejumlah penguasa lain, di antaranya Ratu Sayyidah dan
Sultan Majdud dari Rayy, Syamsu Dawla dari Hamadan, dan Alaud Dawla dari
Isfahan.
Ibnu Sina baru berusia 22 tahun
ketika sang ayah wafat. Sepeninggal ayahnya, dia kemudian berkelana untuk
menyebarkan ilmu pengetahuan. Kota pertama yang ia tuju adalah Jurjan.
Di salah satu kota kecil di Timur
Tengah ini ia bertemu dengan seorang sastrawan dan ulama besar Abu Raihan
al-Biruni yang kemudian menjadi gurunya. Setelah itu, dia berkeliling ke
sejumlah kota di Iran seperti Rayy dan Hamadan.
Dari 450 karyanya, yang paling
dikenal adalah As-Syifa dan Al-Qanun fi At-Tibb (The Canon of Medicine). Buku
yang ditulis pada 1025 itu menjadi acuan dan referensi para dokter selama
berabad-abad.
Karya-karya Ibnu Sina pernah
disatukan dalam satu buku besar berjudul Essai de Bibliographie Avicenna yang
disusun oleh Pater Dominican di Kairo.
Kiprah gemilang Ibnu Sina di
jagat ilmu pengetahuan berakhir ketika ia wafat pada Juni 1037 di Hamadan,
Iran. REPUBLIKA.CO.ID
0 komentar:
Post a Comment