Renungan Ramadhan: Sultan Muzaffar Saifuddin Qutuz, Pahlawan Perang Ain
Jalut
(25 Ramadhan 658H / 3 September 1260M)
Pertempuran Ain Jalut (atau Ayn
Jalut dalam bahasa Arab yang artinya Mata Jalut) terjadi pada tanggal 3
September 1260 di Palestina antara Bani Mameluk (Mesir) yang dipimpin oleh
Qutuz dan Baibars berhadapan dengan tentara Mongol pimpinan Kitbuqa.
Banyak ahli sejarah menganggap
pertempuran ini termasuk salah satu pertempuran yang penting dalam sejarah
penaklukan bangsa Mongol di Asia Tengah dimana mereka untuk pertama kalinya
mengalami kekalahan telak dan tidak mampu membalasnya dikemudian hari seperti
yang selama ini mereka lakukan jika mengalami kekalahan.
Di 10 hari yang terakhir dalam
bulan Ramadhan, kita sering diingatkan dengan satu malam, yaitu malam yang
menyamai 1000 bulan. Pastinya akan muncul pemburu-pemburu Lailatul Qadar di 10
malam yang terkahir ini. Barangsiapa beribadah pada malam tersebut, maka akan
tercatat amalannya seperti dia membuat amalan selama 1000 bulan, Maha Agung dan
Maha Kasihnya Allah yang tiada tuhan selainnya menganugerahkan hadiah luar
biasa untuk diraih oleh umat Muhammad. Semoga kita semua melipatgandakan amalan
kita di penghujung Ramadhan ini dan seterusnya pada bulan–bulan yang lain.
Marilah kita bersama-sama mengingat kembali sejarah generasi terdahulu dimana
hidup mereka penuh dengan amalan kebaikan dan tunduk patuh kepada perintah
Allah. Mereka melakukan kewajiban jihad, sebagaimana mereka melaksanakan
kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan.
Apa yang ingin saya share di sini
adalah tentang satu peristiwa yang agung dalam peradaban Islam. Peristiwa di
mana umat Islam bersatu menentang tentara Tartar dari Mongolia dan mengalahkan
mereka. Kebanyakan ahli sejarah berpendapat bahwa perang ini merupakan satu titik
perubahan (turning point) bagi kebiadaban dan kerakusan tentara Mongol yang
menghabisi segala apa yang mereka lalui dari timur ke barat dan akhirnya
kemarahan mereka ditamatkan oleh tentara-tentara Allah di Ain Jalut.
Hulagu Khan, pewaris tahta Gengis Khan
Kekaisaran Mongol dibentuk oleh
Genghis Khan pada abad ke-13 M. Genghis Khan bercita-cita untuk meluaskan
kekaisarannya dari timur ke barat dan mengahancurkan apa saja yang menghalangi
mereka dari mencapai cita- cita tersebut. Invansi mereka bermula dengan
menaklukkan beberapa negara di sekitar Mongolia dan mereka terus “merangsek” ke
timur yang dikuasai oleh umat Islam. Sayangnya cita- cita Genghis Khan untuk
melihat kekaisarannya terbentang luas dari timur ke barat tidak pernah tercapai
karna nyawanya telah dicabut oleh Allah, setelah beliau jatuh dari kuda
tunggangannya. Namun begitu, pada 1251M, Hulagu Khan cucu Genghis Khan setelah
dilantik menjadi pewaris tahta kekaisaran Mongol, berjanji untuk meneruskan
cita-cita kakeknya untuk menguasai seluruh penjuru dunia.
Untuk merealisasikan impian ini,
Hulagu Khan mengumpul kekuatan tentaranya di Asia Tengah selama 2 tahun sebelum
melancarkan serangan ke atas umat Islam yang bernaung di bawah keKhilafahan
Abasiyyah. Pada tahun 1253M, Hulagu Khan mula melakukan ekspedisi penaklukan ke
atas wilayah Khilafah Abasiyyah. Tentara yang telah menaklukan 200 kota dalam
masa hanya 2 tahun ini dan mampu bergerak jauh dalam satu hari serta memiliki
peralatan peperangan yang canggih, hasil invansi panglima perang mereka,
akhirnya telah berjaya menusuk masuk ke jantung Khilafah Abasiyyah. Akhirnya
pada tahun 1258M, Baghdad, yaitu ibu kota Khilafah Abasiyyah jatuh ke tangan
tentera Tartar.
Kejatuhan Baghdad & Surat Hulagu Khan
Kejatuhan Baghdad merupakan satu
peristiwa yang sangat tragis dalam sejarah umat manusia. Setelah berjaya
mengalahkan tentara-tentara Khilafah, tentara
Monggol dengan biadabnya membunuh 1.8 juta kaum muslimin yang berada di kota
Baghdad. Juga tidak ketinggalan, Khalifah umat Islam turut dibunuh dengan
kejam. Selama 3 tahun setengah, umat Islam hidup tanpa Khalifah. Ada ahli
sejarah menukilkan bagaimana si Hulagu Khan ini melakukan pembunuhan terhadap
khalifah dengan cara memasukkan khalifah di dalam gulungan permaidani dan
memijak dengan kudanya. Tidak cukup dengan itu, tentara Tartar yang biadab ini memusnahkan banyak kitab-kitab
karangan cendiakawan-cendiakawan di Baghdad dengan mencampakkannya ke dalam
laut sehingga air laut menjadi kehitaman akibat banyaknya kitab-kitab
tersebut.
Hulagu Khan tidak berhenti di
sini sahaja. Setelah berjaya menakluki Baghdad, dia mengutus delegasi Mongol ke
Mamluk Mesir, yaitu Sultan Muzaffar Saifuddin Qutuz. Delegasi ini datang dengan
membawa surat dari Hulagu Khan. Surat Hulagu Khan ini berbunyi :
Dari Raja Segala Raja di Timur
dan Di Barat, Khan Yang Agung Kepada Qutuz si Mamluk yang lari dari
pedang-pedang kami!
Kamu seharusnya berfikir mengenai
apa yang telah terjadi ke atas negara-negara yang lain dan menyerah kepada
kami. Kamu pun mendapat khabar berita bagaimana kami telah menawan kekaisaran
yang begitu besar, menyucikan bumi ini dari kerusakan yang mencacatkannya. Kami
telah menawan kawasan yang luas dan membunuh semua manusia dengan kejam. Kamu
tidak akan terlepas dari kerakusan dan kekejaman tentara kami!
Ke mana lagi kamu ingin lari?
Jalan mana lagi yang kamu akan gunakan untuk melepaskan diri dari kami?
Kuda-kuda kami berlari kencang, anak-anak panah kami tajam, pedang-pedang kami
bagaikan guruh yang menakutkan, hati-hati kami keras bagaikan gunung ganang, laskar-laskar
kami banyak tak terbilang. Benteng-benteng kukuh tidak akan dapat menghalang
kami, senjata-senjata tidak akan dapat membendung kami. Do’a kamu tidak akan
membawa apa-apa bagi atas kami. Kesedihan dan ratapan tidak kami pedulikan.
Hanya mereka yang merayu untuk perlindungan kami akan selamat.
Bersegeralah dalam membalas surat
ini sebelum api peperangan bermula. Jika kamu melawan, maka pasti kamu akan
menderita dan tersiksa dengan kehancuran yang dahsyat. Kami akan menghancurkan
masjid-masjid kamu dan membuktikan kelemahan Tuhan kamu. Kemudian kami akan
membunuh anak-anak kamu dan orang-orang tua di kalangan kamu.
Kini, hanya kamulah satu-satunya
musuh yang perlu kami hadapi.
Setelah menerima surat tersebut,
Saifuddin Qutuz tidak gentar sedikitpun. Beliau dengan berani membunuh delegasi
Mongol dan kepala mereka di gantung di pintu kota Mesir. (catatan : Islam tidak
membenarkan membunuh delegasi asing yang diutuskan. Kebanyakan ahli sejarah
menyatakan bahwa tujuan kedatangan delegasi tersebut bukanlah sekadar mengantar
surat Hulagu Khan semata- mata, tetapi telah bertindak sebagai mata-mata tentara
Tartar).
Marahnya Tentara – Tentara Allah
Saifuddin Qutuz mula mengumpulkan
tentaranya dan akhirnya tentaranya terkumpul sebanyak 20.000 orang tentera. Mereka
telah sepakat dan memutuskan untuk meyerang tentara Mongol di luar kota Mesir
yaitu melakukan tindakan ofensif terhadap tentara Mongol. Tentara-tentara Allah
ini mula bergerak ke luar kota Mesir menuju ke arah Palestin dan bertemu dengan
tentara Tartar yang diketuai komandannya, Kitbuqa di Ain Jalut. Maka terjadilah
peperangan yang amat dahsyat diantara kedua belah pihak. DI tengah peperangan
yang sedang sengit, Saifuddin Qutuz membuka topeng besinya dan menunggang kuda
menuju ke tengah medan pertempuran dan memberi motivasi kepada tentaranya agar
berjuang habis-habisan dan memburu syurga Allah. Beliau bertakbir beberapa kali
dan terus maju ketengah- tengah musuh.
Semasa perang Ain Jalut, isteri
Sultan Saifudin Qutuz, yaitu Jullanar turut menyertainya. Ketika Jullanar
sedang sakit, Saifudin Qutuz memapahnya dan berkata : ”Wahai Kekasihku”.
Jullanar membalas dengan berkata : ”Wahai Saifuddin, lebihlah kasih kamu
terhadap Islam”. Setelah itu, Saifuddin Qutuz terus kembali ke medan tempur dan
akhirnya pada hari Jum’at, 25 Ramadhan 658H, bersamaan dengan 3 September 1260M
tentara-tentara Allah ini telah memperoleh kemenangan ke atas tentara Tartar di
Ain Jalut. Tentara Tartar yang tidak pernah terkalahkan ini (sekiranya kalah
dibeberapa medan perang, mereka akan mampu menebus balik kekalahan mereka),
akhirnya tersungkur dihadapan mata pedang kaum muslimin dan tidak mampu menebus
kembali kekalahan mereka di Ain Jalut.
Penutup
Apa yang ingin saya share di sini
bukanlah hanya peristiwa sejarah semata. Tetapi yang lebih utama ialah supaya
kita semua mengambil ibrah (pengajaran) dari peristiwa yang telah terjadi.
Sekiranya Sultan Muzaffar Saifuddin Qutuz bersama-sama dengan tentaranya
sejumlah 20.000 orang berjuang melawan tentara Mongol yang belum pernah
terkalahkan di bulan Ramadhan, sepatutnya itu sudah cukup memberi isyarat
kepada kita bahwa bulan Ramadhan bukanlah bulan yang hanya semata-mata bulan
ruhiyyah, tetapi juga merupakan bulan siyasah (politik). Ketaatan dan kepatuhan
kita menunaikan ibadah puasa sepatutnya sama dengan kepada ketaatan dan
kepatuhan kita untuk melaksanakan seluruh ajaran Islam, termasuklah jihad dalam
menghadapi musuh-musuh Allah.
Dalam menghadapi musuh-musuh
Allah ini, sudah pastinya kita memerlukan satu kekuatan yang terintegral dari segenap
aspek dan satu perpaduan yang amat utuh yang lahir dari aqidah yang satu yaitu
Islam. Umat Islam yang kira-kira sebanyak 1.6 milyar merupakan sumber tenaga
manusia yang sangat besar. Seandainya sumber-sumber ini disatukan dan
difokuskan oleh seorang Khalifah, pastinya akan menghasilkan satu kekuatan
besar dan mengembalikan peradaban Islam yang sangat agung. Ini bukanlah dongeng
dan omong kosong semata, tetapi sejarah telah membuktikan hasilnya. Umat yang
satu ini, pastinya akan mampu memakmurkan muka bumi ini jika Islam diterapkan
ditengah-tengah kehidupan mereka. Islam dijadikan ideologi dan menjadi
penggerak kepada seluruh tindak tanduk umat yang satu ini dan bukannya dengan
ideologi selainnya.
f.a.i.t.h. + f.i.g.h.t. = m.i.r.a.c.l.e. ~
>> keimanan ditambah
perjuangan & perlawanan maka akan menghasilkan, KEAJAIBAN.
>> menjemput janji Allah
dan bisyarah Rasulullah, masih ada kota Roma yang menanti kita semua,
sodara-sodara. Allahu akbar !!
Note: Jullanar istri tercinta
sultan Muffazar Saifudin Qutuz meraih syahid terlebih dahulu karena tiba-tiba
menerobos situasi perang dan menjadi perisai hidup bagi suaminya. semoga ini
menjadi panutan bagi kita semua yang telah menjadi istri atau pun bagi para
calon istri. Allahu akbar !! Sumber
0 komentar:
Post a Comment