Oleh: Herry Mohammad
SELASA lalu, di Hotel Alia,
Cikini, Jakarta Pusat, Ahmad Imam Mujadid Rais, Direktur Riset Maarif Institute
mempublikasikan hasil penelitiannya selama setahun terhadap 29 kota di
Indonesia. Hasil penelitiannya itu untuk menilai Indeks Kota Islami (IKI).
Ada tiga variabel yang dipakai
memeringkatkan sebuah kota yang Islami. Yakni, Pertama, Kota yang aman; Kedua,
Kota yang sejahtera; dan Ketiga, kota yang bahagia. Yang menarik adalah,
Yogyakarta, Bandung, dan Denpasar menempati peringkat teratas dengan
pengumpulan skor yang sama: 80.64. Sebelum menarik kesimpulan atas hasil
penelitian tersebut, ada baiknya kita menanggapi dulu argumen yang dibangun
sebagai variabel dari kota Islami.
Pertama, Kota yang aman
Variabel pertama ini merujuk dari
Surah Al-Baqarah: 126. Dalam ayat
tersebut Nabi Ibrahim berdoa agar
negerinya aman (Aminan). Aminan berasal dari kata al-amnu dan al-aman.
Al-amnu berarti tentramnya jiwa dan tiadanya ketakutan (thuma’ninatun nafsi wa
zawalul khaufi). Sedang al-amanu berarti keadaan aman dan damai yang dialami
manusia (al-halah al-lati yakunu ‘alaiha insan minal amni). Dari ayat tersebut
juga dijelaskan bagaimana Nabi Ibrahim mencoba memberikan privillege kepada
Muslim saja untuk memperoleh rezeki melalui doanya. Namun Allah mengoreksi
Ibrahim dan mengatakan bahwa orang yang tidak beriman pun akan diberi rezeki
yang sama (poin menjadi indikator bagi kebebasan beragama dan keyakinan). Aman
berasal dari akar kata amana yang artinya suatu keadaan yang artinya tenang dan
damai. Aman bisa juga berarti penyerahan kepercayaan dari yang dipimpin kepada
pemimpin (yang kemudian menjadi indikator kepemimpinan dan perlindungan hukum
serta HAM).
Tanggapan
Surah Al-Baqarah ayat 126 itu
lengkapnya adalah, “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, ‘Ya Tuhanku,
jadikanlah negeri Mekkah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa
buah-buahan kepada penduduknya, yaitu di antara mereka yang beriman kepada
Allah dan hari kemudian’, Dia (Allah) berfirman: Dan kepada orang yang kafir
akan Aku beri kesenangan sementara, kemudia akan Aku paksa dia ke dalam azab
neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.”
Menurut Sayyid Qutbh, dalam
tafsir Fi Zhilalil Qur’an, doa nabi Ibrahim tersebut penuh keadaban. “Dia beradab
dengan adab yang diajarkan Tuhan kepadanya, maka dipergunakanlah adab itu di
dalam memohon dan berdoa kepada-Nya.” Nikmat-nikmat dunia kepada orang-orang
kafir bersifat terbatas dan waktunya pun pendek. Wahbah az-Zuhaili, dalam
Tafsir Al-Munir, memberi catatan khusus atas ayat ini, “Jadi, orang kafir pun
diberi rezeki oleh Allah dan disenangkan dengan rezeki ini dalam tempo yang
singkat, yaitu selama ia berada di dunia, kemudian ia digiring paksa ke siksa
neraka Jahanam, dan itulah seburuk-buruknya tempat kembali yang menunggu
mereka.”
Kedua, Kota yang sejahtera
Variabel kedua adalah sejahtera.
Dalam doa Ibrahim di atas disebutkan setelah memohon rasa aman damai,
selanjutnya adalah memohon rezeki bagi penduduknya dari buah-buahan. Rezeki
dapat dipahami sebagai kesejahteraan. Sejahtera adalah situasi kepastian pada
masyarakat atas jaminan rizki (pendidikan, kesehatan, pendapatan dan pekerjaan
) yang banyak (alternatif dan jumlah pekerjaan) dan baik (kualitas dan keadaan
di tempat kerja/pendidikan).
Tanggapan
Tentang kesejahteraan ini, ada
kesejahteraan keluarga dan ada kesejahteraan untuk sebuah kota atau negeri.
Untuk kesejahteraan keluarga,
kita bisa merujuk pada Al-Qur’an surah
An-Nisa ayat 9, “Dan hendaklah takut
(kepada Allah) orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka
anak-anak lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraannya). Oleh sebab
itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar.”
Sedangkan kesejahteraan untuk
kota atau negara, bisa dirujuk pada Al-Qur’an Surah Al-A’raf ayat 96,
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.”
Ketiga, Kota yang bahagia
Berikutnya adalah bahagia.
Bahagia, sebagaimana dalam al-Qurán surat
Saba’ ayat 15, yaitu bagaimana rakyat negeri Saba yang tinggal di
lingkungan yang asri dan makmur bisa bersyukur atas karunia tersebut dengan
mengaktualisasikan dirinya. Bahagia adalah suatu perasaan nyaman yang bersifat
subyektif (individual) dan dimensi kolektif berupa kemauan untuk berbagi,
kesetiakawanan, serta hidup harmoni dengan alam.
Tanggapan
Al-Qur’an surah Saba’ ayat 15 itu
mengabarkan tentang bangsa Saba’ yang berdomisili di Selatan Yaman. Ini negeri,
awalnya adalah makmur dengan kebun-kebun yang menghasilkan buah untuk
kemakmuran warganya. Tapi karena mereka kufur nikmat, dan berpaling dari Allah,
maka Allah datangkan banjir badang dan kebun-kebun buah yang ada diganti jadi
kebun-kebun yang berbuah pahit, kemiskinan pun melanda warga di wilayah itu.
Lengkapnya, lihat Al-Qur’an surah Saba’ ayat 15 – 17.
Coba perhatikan poin pertama sampai ketiga, iman, takwa, dan bersyukur
menjadi kata kunci agar kesejahteraan itu bisa langgeng. Sebab, tanpa iman,
takwa, dan rasa syukur, keamanan, kesejahteraan, dan kebahagiaan tidak bisa
bertahan lama. Allah akan menurunkan azab di dunia, dan di akhirat kelak akan
disiksa dalam neraka.
Risma usai memimpin dan
menggerebek sejumlah Anak Baru Gede (ABG) di sebuah lokasi hiburan malam tahun
2012. Ia menduga sejumlah rumah hiburan umum (RHU), mempekerjakan wanita di
bawah umur. Risma memimpin razia Anak Baru Gede (ABG) sedang maksiat hotel
saaat malam tahun 2012. Survey 2004, 44
% ABG Surabaya tak perawan.
Yogyakarta, Bandung, dan Denpasar
Selama tiga tahun, dari Juli 1999
sampai Juli 2002, Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan (LSCK) melakukan
penelitian tentang virginitas mahasiswi di Yogyakarta. Sebanyak 1.660 mahasiswi dari 16 perguruan tinggi di
Yogyakarta, dijadikan responden. Hasilnya adalah: 97,5 persen dari responden
mengaku telah kehilangan virginitasnya.
Di tahun 2004, Synovate Research
melakukan survei mengenai perilaku seks remaja di empat kota: Jakarta, Bandung,
Surabaya, dan Medan. Sebanyak 450 responden, di usia 15 sd 24 tahun. Hasilnya?
Sebanyak 44 persen responden mengaku sudah punya pengalaman seks di usia 16
sampai 18 tahun.
Pada 9 Maret 2015, Badan
Narkotika Nasional (BNN) merilis temuannya. Dari 10 Provinsi terbesar pemakai
narkoba, Yogyakarta menduduki peringkat ke-5, Jawa Barat peringkat ke-6, dan
Bali peringkat ke-8.
Riset ‘Kota Islami’ Dinilai Cacat Konsep
Bagaimana dengan Denpasar? Data
BPS tahun 2013, dari 846.200 penduduk Denpasar, sebanyak 535.768 orang beragama
Hindu, sedangkan yang beragama Islam sebesar 242.893 orang, sisanya beragama
Budha, Kristen Protestan, Katholik, dan lain-lain. Di Denpasar binatang babi
diternak dan dikonsumsi. Khomer juga beredar secara luas. Apakah ini bisa
dikatakan sebagai kota Islami?
Kesimpulan
Dari pemaparan diatas, jelaslah
bahwa IKI hanya numpang populer dengan istilah Islami. Padahal, variabel yang
dipakai bukan variabel Islami. Jika merujuk pada konsep Islam, maka Rukun Islam
(syahadat, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan
menunaikan haji bagi yang mampu) dan Rukun Iman (iman kepada Allah, kepada
Malaikat-malaikat, kepada kitab-kitab Allah, kepada Rasul-rasul Allah, kepada
Hari Akhir, dan kepada Qada dan Qadar) dijadikan variabelnya. Rukun Islam dan
Rukun Iman itu, pada dasarnya bertumpu pada tiga hal: Akidah, syariat, dan
akhlak.
Dengan metodologi seperti itu,
maka kita akan bisa adil dalam menilai sebuah kota Islami atau tidak. Dengan
metodologi yang dipakai oleh maarif Institute, hasilnya jauh dari kebenaran.
Dan jadilah kota tersebut Islami tapi di dalamnya dipenuhi kemaksiatan. Wallahu
A’lam.*
Penulis wartawan, pemerhati
politik Islam
0 komentar:
Post a Comment